Beautiful in White

Seri 1 : Warisan Putih

Malam itu, bulan menggantung penuh di langit, cahayanya jatuh lembut ke rumah kayu sederhana di ujung desa. Anindya membuka lemari tua di kamar ibunya yang telah lama kosong.

Di balik deretan kain batik, ia menemukan sebuah kotak besar berwarna krem dengan hiasan renda di tepinya. Tangannya gemetar saat membuka kotak itu. Di dalamnya terlipat rapi sebuah gaun pengantin putih.

Gaun itu tampak sederhana namun elegan, dengan renda yang menjalar lembut di bagian bahu hingga pinggangnya. Ada aura yang berbeda dari gaun itu, seperti menyimpan cerita yang belum selesai.

“Gaun ini… masih utuh,” gumam Anindya sambil mengusap kainnya.

Ia ingat ibunya sering bercerita tentang gaun ini, tetapi Anindya tak pernah menyangka bahwa gaun itu masih ada. Tiba-tiba, suara ketukan pelan di pintu membuatnya tersentak.

“Nin, apa kau di dalam?” Suara itu familiar, suara Arya. Teman masa kecilnya yang baru saja kembali ke desa setelah bertahun-tahun bekerja di kota.

“Iya, masuk saja,” jawab Anindya sambil melipat kembali gaun itu.

Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Arya yang berdiri dengan senyum hangat. “Aku baru saja lewat dan melihat lampumu masih menyala. Sudah larut malam, kau tidak tidur?” Anindya mengangguk kecil.

“Aku hanya sedang beres-beres kamar ibu.” Pandangan Arya jatuh pada kotak di atas ranjang. “Apa itu?” Anindya ragu sejenak, lalu mengangkat gaun putih itu.

Mata Arya membulat, kekaguman jelas terlihat di wajahnya. “Cantik sekali. Itu milik ibumu?” “Iya. Dia memakainya saat menikah dengan ayahku.”

Arya melangkah lebih dekat, memperhatikan detail renda gaun itu. “Sepertinya gaun ini punya cerita panjang. Kau tidak penasaran?” Anindya tersenyum tipis.

“Aku penasaran, tapi entah kenapa aku merasa tidak pantas memakainya. Terlalu istimewa.”

Arya menatap Anindya dalam-dalam. “Gaun itu terlihat seperti diciptakan untukmu, Nin. Mungkin, suatu hari nanti kau akan tahu kenapa.”

Anindya terdiam, merasakan sesuatu bergetar di hatinya. Kata-kata Arya menggema dalam pikirannya sepanjang malam itu.

________________________________________

Seri 2 : Jejak Kenangan

Esok harinya, Arya mengajak Anindya berjalan-jalan ke taman kecil di dekat hutan. Mereka duduk di bawah pohon mangga tua, tempat mereka dulu sering bermain.

“Kau ingat ini?” Arya menunjuk sebuah ukiran di batang pohon. Ukiran itu adalah inisial nama mereka yang dibuat saat mereka masih kecil. Anindya tersenyum.

“Aku ingat. Kau yang mengukirnya dengan pisau kecil milik ayahmu.” Arya tertawa. “Dan aku hampir dimarahi karena pisaunya patah.” Kenangan-kenangan itu membuat mereka larut dalam nostalgia.

Namun, Anindya merasa ada yang berbeda dengan Arya. Cara Arya memandangnya, nada bicaranya yang lebih lembut, seolah menyiratkan sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

“Arya, kenapa kau kembali ke desa?” tanya Anindya akhirnya. Arya terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku lelah dengan kehidupan di kota. Aku merasa kehilangan sesuatu yang penting. Dan saat aku mengingat desa ini, aku menyadari… aku kehilangan dirimu, Nin.”

Hati Anindya berdegup kencang mendengar pengakuan itu. Tapi ia tak ingin terburu-buru. Ia hanya tersenyum dan berkata, “Aku senang kau kembali.”

________________________________________

Seri 3 : Rahasia di Balik Gaun

Beberapa hari kemudian, Anindya berbicara dengan bibinya, satu-satunya keluarga yang tersisa. Bibinya bercerita tentang asal-usul gaun putih itu.

“Gaun itu dibuat oleh nenekmu untuk ibumu. Nenekmu percaya, siapa pun yang memakainya akan menemukan cinta sejati. Ibumu dulu hampir menyerah pada perjodohannya dengan ayahmu, tetapi saat mengenakan gaun itu, ia merasa yakin dan memilih untuk melanjutkan pernikahannya. Ternyata, pilihan itu adalah yang terbaik.”

Kisah itu membuat Anindya merenung. Apakah gaun itu benar-benar memiliki kekuatan, atau hanya sekadar simbol harapan? Ia tak tahu pasti, tetapi ia mulai merasa bahwa gaun itu akan menjadi bagian penting dari kisah hidupnya.

________________________________________

Seri 4 : Surat Tak Tersampaikan

Saat membantu membersihkan rumah tua Arya, Anindya menemukan sebuah kotak kecil berisi surat-surat lama. Di antara tumpukan itu, ada surat yang ia tulis bertahun-tahun lalu, tetapi tak pernah ia kirim.

Surat itu berisi pengakuan rasa suka Anindya pada Arya saat mereka masih remaja. Anindya terkejut Arya masih menyimpannya.

Arya, yang masuk ke ruangan itu, melihat surat di tangan Anindya dan tersenyum.

“Kau tahu? Aku menemukannya tak sengaja beberapa tahun lalu. Aku tak pernah berani membicarakannya, karena aku tak tahu apa kau masih merasakan hal yang sama.”

Anindya merasa wajahnya memanas. “Jadi, kau tahu selama ini?” Arya mengangguk. “Dan aku menyesal tidak pernah membalasnya.”

________________________________________

Seri 5 : Melati di Malam Hari

Malam itu, Arya mengajak Anindya ke taman melati di belakang rumah tua mereka. Bunga-bunga melati sedang mekar penuh, menghembuskan aroma manis yang menenangkan.

Di bawah sinar bulan, Arya berhenti dan menatap Anindya dengan penuh keyakinan. “Nin, aku tahu aku mungkin terlambat menyadari ini. Tapi, aku ingin kau tahu bahwa perasaanku padamu bukan hanya nostalgia. Aku mencintaimu,” kata Arya dengan suara lembut.

Anindya terpaku. Kata-kata itu adalah sesuatu yang dulu ia tunggu-tunggu, tetapi sekarang, ia tak tahu harus merasa bagaimana. “Arya… aku butuh waktu untuk memikirkan ini. Semua terjadi begitu cepat,” jawab Anindya akhirnya.

Arya mengangguk, memahami keraguan Anindya. “Aku akan menunggu, Nin. Berapa lama pun kau butuhkan.” Malam itu, mereka berpisah dengan hati yang sama-sama dipenuhi harapan dan keraguan. ________________________________________

Seri 6 : Hati yang Terkunci

Hari-hari berlalu, Anindya masih tenggelam dalam kebimbangan. Ia duduk sendirian di ruang tamu, menatap gaun putih itu yang kini tergantung di lemari.

Ada perasaan campur aduk setiap kali ia memandangnya, seolah-olah gaun itu sedang memintanya untuk membuat keputusan. Namun, ada sesuatu yang mengganjal.

Luka lama yang ditinggalkan oleh Raka, mantan kekasihnya, masih belum sepenuhnya sembuh.

Arya, di sisi lain, tidak pernah memaksa. Ia selalu hadir, menunjukkan perhatian dengan cara sederhana.

Setiap pagi, ia mengantar bunga melati segar ke rumah Anindya. “Aku hanya ingin kau tahu, aku di sini,” ucap Arya suatu pagi.

Anindya tersenyum tipis, tetapi hatinya masih dipenuhi keraguan. Ia tahu Arya adalah pria yang baik, tetapi apakah ia siap membuka hatinya lagi?

________________________________________

Seri 7 : Bayangan Masa Lalu

Keadaan menjadi lebih rumit ketika Raka, pria yang pernah meninggalkan Anindya tanpa alasan, tiba-tiba kembali ke desa. Kehadirannya membawa gejolak baru dalam hidup Anindya.

“Aku minta maaf atas semua yang terjadi, Nin. Aku ingin memperbaiki segalanya,” kata Raka ketika mereka bertemu di pasar desa.

Anindya terkejut. Ia tak menyangka akan mendengar permintaan maaf itu. Namun, hatinya tak lagi seperti dulu. Meskipun masih ada sisa-sisa kenangan indah bersama Raka, rasa sakit yang pernah ia rasakan tak bisa begitu saja dilupakan.

Arya mengetahui kehadiran Raka, tetapi ia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Ia yakin bahwa Anindya adalah orang yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri.

“Aku percaya kau tahu apa yang terbaik untukmu,” kata Arya ketika Anindya bercerita tentang kebimbangan hatinya.

________________________________________

Seri 8 : Pilihan Hati

Anindya akhirnya memutuskan untuk menghadapi perasaannya. Ia meminta Raka bertemu di tempat mereka dulu sering menghabiskan waktu bersama, di pinggir danau kecil di dekat desa.

“Raka, aku menghargai permintaan maafmu. Tapi, aku sudah bukan orang yang sama seperti dulu,” kata Anindya dengan suara tegas.

Raka tampak terpukul, tetapi ia mengangguk pelan. “Aku mengerti. Aku hanya berharap kau bisa bahagia.”

Setelah pertemuan itu, hati Anindya terasa lebih ringan. Ia menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang keberanian untuk melangkah maju, bukan terus terjebak di masa lalu.

Arya, yang selama ini setia berada di sisinya, adalah bukti nyata bahwa cinta bisa ditemukan kembali, bahkan di tempat yang tak terduga.

________________________________________

Seri 9 : Janji di Bawah Langit

Beberapa minggu kemudian, Arya mengajak Anindya ke tempat mereka sering bermain saat kecil, di bawah pohon mangga tua. Dengan suasana sederhana dan penuh kenangan, Arya berlutut sambil mengeluarkan sebuah cincin.

“Nin, aku tahu perjalananku mencintaimu bukan hal yang mudah. Tapi aku ingin kau tahu, aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kau menikah denganku?” Anindya terharu. Air mata mengalir di pipinya, tetapi kali ini, itu adalah air mata kebahagiaan. “Iya, Arya. Aku mau.”

Dalam kesederhanaan itu, mereka berdua mengukuhkan janji untuk menjalani masa depan bersama. Anindya tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang benar.

________________________________________

Seri 10 : Beautiful in White

Hari pernikahan Anindya dan Arya tiba. Desa kecil itu dipenuhi kebahagiaan, dengan penduduk yang berkumpul di taman bunga desa untuk menyaksikan momen istimewa itu.

Anindya berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih warisan ibunya. Gaun itu terlihat sempurna di tubuhnya, dengan renda yang memeluknya lembut, mencerminkan keanggunan dan ketulusan hatinya.

Arya menunggu di altar sederhana yang dihiasi bunga melati, bunga favorit Anindya. Ketika Anindya berjalan mendekat, semua mata tertuju padanya, tetapi Arya hanya melihatnya.

Pandangan mereka bertemu, dan dunia seakan berhenti sejenak. Di hadapan keluarga, sahabat, dan seluruh desa, Arya menggenggam tangan Anindya.

“Anindya, hari ini aku berjanji untuk selalu berada di sisimu, mencintaimu dengan sepenuh hati, dan membangun masa depan yang kita impikan bersama.” Anindya tersenyum, air mata kebahagiaan menetes di pipinya.

“Arya, kau adalah rumah bagiku. Bersamamu, aku merasa utuh. Aku berjanji untuk mencintaimu dengan sepenuh hatiku, dalam setiap langkah yang kita lalui.”

Mereka saling bertukar cincin, tanda cinta abadi yang mereka pilih untuk jalani bersama. Ketika Arya mencium kening Anindya, tepuk tangan dan sorakan memenuhi udara.

Hari itu menjadi kenangan tak terlupakan bagi mereka dan semua yang hadir. Saat matahari mulai terbenam, mereka berdiri di bawah pohon mangga tua tempat mereka memulai kenangan masa kecil mereka.

Dalam gaun putihnya, Anindya merasa bahwa ia telah menemukan kebahagiaan sejati. Arya menggenggam tangannya erat, dan mereka tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan baru mereka.

Di bawah langit yang dipenuhi bintang, Anindya menyadari bahwa gaun putih itu bukan sekadar warisan. Ia adalah simbol cinta sejati, yang kini menjadi miliknya dan Arya, untuk selamanya.

Cerita ini fiksi

Terinspirasi dari lagu Shane Filan – Beautiful In White 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *