Jejakmu di Kampung Atas Awan

Di Temanggung,
angin pagi membawa cerita yang belum selesai.
Kabut turun pelan, seperti rahasia
yang takut diucapkan dengan lantang.

Aku berjalan di jalan setapak itu lagi—
yang dulu kita lalui bersama,
menyusuri ladang tembakau
dan langkah-langkah yang masih hangat dengan tawa.

Kini, hanya jejakmu yang tertinggal,
menyatu dengan embun di dedaunan,
menyusup ke tanah,
dan tumbuh menjadi kenangan yang tak bisa kupetik.

Langit di atas sini rendah sekali,
seolah bisa kusentuh bila kusebut namamu.
Namun setiap kali kuteriakkan,
suaramu justru tenggelam dalam kabut,
menghilang seperti bayangan di antara Sindoro dan Sumbing.

Aku masih menunggumu di sini,
di Kampung Atas Awan yang tenang,
tempat waktu berjalan lambat,
dan rindu tak pernah benar-benar pergi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *