Menghapus Jejak
Di meja kayu tua, sejarah mencatat dengan tinta pekat,tentang langkah-langkah yang pernah berlumur debu dan luka.Namun seseorang datang membawa selembar
Bertutur Dalam Goresan
Di meja kayu tua, sejarah mencatat dengan tinta pekat,tentang langkah-langkah yang pernah berlumur debu dan luka.Namun seseorang datang membawa selembar
Entah sudah yang keberapa kali lagi…Aku pun lupa.Tak ingin mengingatnya lagi. Kesal dan kecewa menyatu,mendidih dalam dada.Ingin rasanya marah—tapi pada
Entah aku harus memulai dari mana,Begitu banyak rasa kekhawatirankuTentang waktu yang berlari,tentang hati yang kadang tak tahu harus diam di
Hari ini, angka 82 menghiasi usiamuNamun bagiku, engkau tetap cahaya yang tak pernah redupLangkahmu memang kini tak lagi tegapNamun semangatmu
Di jalan panjang yang sunyi dan jauh,kutapaki waktu seperti debu tertiup angin,matahari menyapa dari sela-sela ragu,dan malam meneduhkan luka yang
Di pelukmu, Magelang yang teduhLangit biru menari di atas sawah yang basahgunung-gunung berdiri gagahSindoro, dan Sumbing menjaga kisah Borobudur, bisu
Maret datang dengan langkah pelanAngin berbisik lirih di jendelaSeakan membawa kenangan pudarYang tak lagi ingin kuingat Tak ada semangat di
Perjalananku telah masuki setengah abad Jejak-jejak waktu terukir di wajahkerut-kerut halus bercerita lirihtentang tawa, luka, dan perjuangan yang tak letih
Jangan ajarkan aku tentang sabar,aku sudah terlalu sering belajar tanpa guru.Aku pernah kecewa,berulang kali, tapi tak pernah memilih pergi.Hatiku retak,
Jangan ajarkan aku tentang sabaraku pernah kecewa, tapi aku tak pernah pergiKupikul luka yang kau beriseperti duri yang menancap tapi